Monday 10 October 2011

Kaulah Malaikatku

*Re-post karena ga sengaja ke-delete (thank God for Google Cache)*

"Aku akan terus menunggumu, sampai kapanpun."

Kata-kata itu terngiang di kepala Arka. Ia memandang nisan dihadapannya. Masih berupa kayu yang diukir dengan nama seseorang yang sangat dikenalnya. Cat-nya pun baru mengering. "Kau bilang akan menungguku, tapi mengapa kau meninggalkanku?" gumamnya pelan.

Pelupuk mata Arka memanas, airmata mulai memburamkan pandangannya. Ia memejamkan kedua matanya dan bulir-bulir airmata pun berjatuhan mengalir di wajahnya. Saat menutup mata, ia melihat sosok seorang gadis yang tersenyum kepadanya.

Senyuman itulah yang pertama kali dilihatnya saat pertemuan perdana mereka. Dan senyum itulah yang menarik hatinya untuk kemudian mengenal lebih jauh gadis itu. Namun, setelah menjalani hubungan yang tidak terlalu lama, Arka dilanda kebimbangan, keraguan untuk lebih lanjut bersama gadis itu. Ia minta rehat sejenak, sementara untuk memantapkan hatinya.

Dan gadis itu menyanggupi permintaan Arka. Meski dengan berat hati, karena sang gadis yqkin Arka-lah pria yang akan menemaninya selama hidupnya. Oleh karena itu, ia rela menyanggupi permintaan Arka walaupun sakit hatinya harus berpisah dengannya.

Semenjak itu, Arka semakin menjauhi sang gadis, bahkan mendekati gadis lain. Tapi sang gadis tetap setia menunggunya, yakin bahwa suatu saat Arka akan kembali padanya. "Memang tidak mudah berpegang pada keyakinan itu," gadis itu pernah berkirim surel padanya, mengungkapkam perasaannya. "Terkadang aku merasa lelah dan ingin berhenti. Tapi sepertinya aku tidak ditakdirkan untuk mengambil jalan itu."

Arka meringis. Ia membayangkan hari-hari dimana gadis itu pasti tersiksa, senyum manisnya sirna hanya karenanya. Karena keegoisan dirinya yang tidak pernah memikirkan perasaan gadis itu dan besarnya kesetiaan sang gadis kepadanya.

Saat sang gadis terbaring di rumah sakit pun, ia masih berharap pada Arka. Tapi Arka masih pengecut, belum berani ia berdamai dengan perasaannya sendiri dan membuka hati sepenuhnya untuk gadis itu. Ah, jauh sekali bila dibandingkan dengan sang gadis! Dalam sakitnya, tak sedikitpun ia mengeluh. Keyakinan akan takdir dan kebesaran Tuhan membuat sang gadis tabah menghadapi hari-hari terakhirnya di rumah sakit. Ia bahkan selalu tersenyum saat Arka datang menjenguknya.

"Tak kusangka kau yang akan pergi meninggalkanku," bisik Arka dengan suara bergetar menahan tangis. "Dan tak kusangka, ternyata aku begitu peduli padamu. Ya Tuhan.. Maafkan aku meninggalkanmu, mengabaikanmu.. Aku mencintaimu. Semoga kamu bahagia di alam sana bersama para malaikat. Sayang, kaulah malaikatku."

0 comments:

Post a Comment