Saturday, 11 July 2020

Wow 2020...

In the last post, I mentioned how 2020 is gonna be waay different than previous years. That big changes are gonna happen. Well here we are halfway through 2020 aaanndd whoopdeedoooo... HELLO CORONAVIRUS!!!!

The thought of always be indoors excited the introvert in me at first. But I forgot that I am also prone to anxiety. And so that anxiety kicked in... and it got me bad. Being cooped up indoors, having plenty of time for yourself is not always good if you've got anxiety issues. I ended up really minimizing contact with the outside world. I got off social media because it was making me feel bad watching other people being more than I am. I didn't participate in conversations in whatsapp groups. I didn't join any Zoom meetings and webinars unless I had to. I only focused on work. Which was a challenge in itself. I'll write another post (re: sambat) on how hard I worked to deliver 7 classes to almost 200 students where 2 subjects are completely new to me and not easy to master (1. Statistics, 2. Data Science... modyarrrrr!!!! haha). I literally worked 24/7, since the internet only worked well and with abundant quota starting from 1am to 6pm #ogahrugi

So yeah, the past few months haven't been easy. I had anxiety attacks, dark dark days where I could stay awake at night and not sleep for 24 hours straight even during Ramadan, or worse, sleep for more than 10 hours during the day.. as sleeping meant I didn't have to think of the bad things that were poisoning my mind. My family just thought I was sick. Which is true. I made myself physically sick from all the mental load I was bearing. I made frequent chats to Halodoc app, because during the course of those #stayathome days I had bad gastritis and GERD and normal gastritis medicine didn't help anymore, my ear infections kept coming every month, I kept getting headaches which caused me to buy a blood pressure monitor and home kits that measured your cholesterol, glucose and uric acid (at my last checkup, those levels were high above the normal >_<). Which then confirmed that I really was having high blood pressure. (But I still can't use the home kits since it's hard apparently to prick yourself and draw your own blood....)

Things have gotten better in the past weeks. I don't know exactly what the turning point was. Maybe because I prayed a lot, and it finally helped. So I started to come out of my shell. I installed social media apps. I responded in group chats. I started to feel more positive.

That's not to say that I'm not going back to those days. I guess I came to know myself better. It still could happen. My anxiety will still get the better of me sometime in the future. I've come to realise that it may be genetic, it's something I was born or it's always in me to be this way. I came to know this because being with your children 24/7 made you know more about them. And what I learn about my son Raka is that he's exactly like me. He gets anxious and overthinks to the point that sometimes he gets nightmares, or just cries because he's worried sick of things that we might think are trivial. So I always pray that he will always remember to turn to Allah when those anxious feelings attack, because I will not always be around to soothe him forever, and that it's futile to expect other humans to soothe you if you don't turn to Allah first.

So, that's the great lesson I learned. Another great lesson I learned is from reading Dale Carnegie's book How to Stop Worrying and Start Living. I haven't finished yet, it's a HUGE book. But the first tip really talked through me: LIVE FOR TODAY. Coincidentally, a psych I follow on Instagram recently posted the same thing. It's the mantra for anxious people: LIVE FOR TODAY. Don't think about tomorrow and stop dwelling in the past. Just do your best for today. Ikhtiar untuk hari ini dan berikan yang terbaik untuk mencapai masa depan yang indah. Kira-kira begitu deh.

Kalau sempet next post I will spill more about that.

PS: Gw lupa kalau bisa posting blogger pake email. Dulu jaman ngantor suka begini pake email kantor. Biar gak ketauan lagi ngeblog tapi lagi kirim email kantor. Dan jadinya, berasa gw lagi ngirim surat ke seseorang gitu.. dan gak ribet kan mesti buka blogger dulu ❤ semoga jadi rajin lagi ngepostnyaa

Wednesday, 4 March 2020

20/20

I can feel it already. 2020 is a year of changes. Like, big totally life-changing events are/will be going on.

Changes in career. In relationships. I. Mind and body. (Tapi jumlah anak kykny tetep sih #kutetepusahadanakangteteppuasberanakdua 😅)

Tapi awal tahun aku selalu optimis. Berhasil mengubah arah, bikin kebiasaan baru dll dsb... Lalu masuk tengah sampe akhir tahun it all comes spiralling down. Setelah kupelajari selama bertahun2 siklus hidupku seperti itu. Akhir tahun itu adalh darkest of dark days. Awal tahun penuh optimisme dan keceriaan. How do I know? Selain dari memori juga dari postingan Instagram diri. Hahaha. Lumayan ya jadi buat refleksi diri. Dan mungkin itu yang akan jadi pembeda tahun ini dengan tahun2 sebelumnya. Aku jadi lebih self aware. Jadi lebih mikir ini maudi Awa kemana sih? Maybe analogous with Prophet Muhammad shalallahu alaihi wasallam's own quest upon entering 40 years old.. (eh tapi kumasih ada beberapa taon sebelum 40 yaa....) Kalau kata Ust Harry Santosa penggerak Fitrah Based Education usia 40 itu saatnya menerima misi hidup dari Sang Khalik. Jadi wajar biasanya manusia mengalami kegalauan. Orang Barat bilangnya midlife crisis kali ya.

Ketika ada masalah di kantor, Akang nanya "is this career path what you really want to do for the rest of your professional life?" Mengingat kepusingannya di kantor sama fruit child milenial yang labil soal kerjaan (kasiannya Akang si Gen Y yang beristrikan anak milenial). Dikiranya anak muda seumuran istrinya (iyain aja masih anak muda) semuanya susah settle di 1 kerjaan. (gw udah pindah profesi 4x sih selama lulus S1). Akhirnya memutuskan untuk berubah. Masih di jenis karier yang sama karena sudah kadung memulai (dan adalah pekerjaanku yg paling lama dijalani) tapi akan mengalami perubahan supaya bisa tetap menjalani dengan maksimal. Doakan ya gaes :')

Lalu awal tahun demi mendukung perubahan diri itu, aku beranikan MCU. Karena emang gak ada fasilitas kantor ya nunggu bonusan dari koreksian ujian dan sidang skripsi. Hasilnya wow mencengangkan. Berhasil turn my life around. Dari yang doyan rebahan,a mikir gimana bisa mencapai target 6000 steps per hari. Dari yang makan apa aja yg penting happy, akhirnya mulai nyetok lebih banyak sayur dan kembali ke dapur masak lagi minimal untuk diri sendiri. Dari yang segala request kerjaan dijalani, sekarang bomat, kalo emang cape ya jujur bilang cape, sakit.

Aiu inget ada orang deketku yg bilang : KANTOR BISA CARI ORANG LAIN UNTUK GANTIIN KAMU. TAPI CUMA ADA SATU WICHI. SUAMI DAN ANAK2 CUMA PUNYA SATU ISTRI DAN IBU.

That's all that matters right?

Kalau di ilmu optometri 20/20 vision adalah penglihatan sempurna. I may not ever be free from eyeglasses, but I am determined to have clearer vision of my life in 2020. Semoga tercapai. Aamiin.

Sunday, 24 November 2019

The Life-Changing Magic of Tidying Up - Marie Kondo (Pre Challenge 3 KIMI 2020)


Pre Challenge KIMI berikutnya adalah me-review buku, ada 3 judul yang jadi pilihan. Pilihanku jatuh pada buku The Life-changing Magic of Tidying Up oleh Marie Kondo. Sebenarnya sebelumnya sedang membaca buku ini, sudah sekitar 1/5nya, tapi terus gak diselesaikan. Begitu dikasih challenge, mau coba baca buku Emotional Healing Therapy-nya Irma Rahayu, dengan download e-booknya di app iPusnas dan iJak tapi puyeng bacanya kecil2 hurufnya. Belilah buku preloved di online, ternyata edisi pertama banget yang agak out of date. Akhirnya beli lagi yang edisi terakhir. Tapi eh tapi, aku pusing bacanya. Mengorek luka lama, trauma yang kupendam muncul ke permukaan, jadi kepikiran. Daripada aku sengklek, karena akhir2 ini benar2 membutuhkan kewarasan, jadi takdirnya disuruh konsisten dari awal, yaitu balik lagi baca buku Marie Kondo sampai selesai.

Oke, mari mulai membahas bukunya ya. First of all, terjemahan judul Bahasa Indonesianya does not do the book justice "seni beres-beres dan metode merapikan ala Jepang"? Padahal yang dibahas lebiih dari cara beres2 dan merapikan tapi sesuai judulnya, bagaimana beres2 bisa mengubah hidup. Dan memang, bukunya harus dibaca dengan hati terbuka dari awal sampai akhir. Karena baca awal2 aku belum klik, makanya trus ditaro dan ga dipegang2 lagi sampai diminta baca sama KIMI. Dan pas ketika aku baca lagi, justru masuk ke bagian menariknya yang bikin aku "ooo... gitu... waaahhh... iya bener banget...." dan sebagainya :)

I am (was?) a self-proclaimed and proud to be a messy person.


via GIPHY

Aku pikir karena efek dari kecil punya pembantu, gak pernah beresin my own mess at home. Dan gak pernah diajarin sama Mama "anak gadis gak boleh slordeuh". Tapi kalo dipikir2 adikku kan sama ya, nah dia itu resik banget dari kecil. Beda sama kakaknya yang masih bisa berfungsi dalam kubangan baju atau buku 🙈 Padahal dia cowok dan aku cewek. Sampai2 suka disindir dan jadi bahan beranteman beneran sama suami, karena suamiku itu sama seperti adikku. Cowok resik, yang pulang kantor belum ganti baju langsung beres2 rumah (baca: menata barang2 pada tempatnya).

Padahal, ternyata, menurut Marie Kondo, kondisi rumah menggambarkan kondisi yang punyanya. Kalau yang punyanya sobat ambyar ya wajar rumahnya berantakan. Orang yang berantakan atau suka menimbun barang sebenarnya memiliki masalah keterikatan pada masa lalu atau kecemasan pada masa depan (hal.174). Nah ini aku banget... gimana mau hidup tenang kalau kerjaannya hidup di masa lalu dan overthinking mengkhawatirkan masa depan?? Ternyata itu tercermin dari apa yang ada di rumah kita. Kata Marie:
 "keterikatan pada masa lalu dan kekhawatiran akan masa depan tidak hanya memengaruhi cara Anda memilih barang yang Anda miliki, tetapi juga merepresentasikan kriteria apa yang Anda jadikan patokan dalam tiap aspek kehidupan Anda, termasuk pekerjaan dan hubungan Anda dengan orang-orang." (hal.174)
Nah terus gimana beres2 bisa mengubah hidup? Kata kuncinya: SPARK JOY. Hanya miliki barang yang membangkitkan kegembiraan. Yang setiap kita lihat, kita merasa bahagia atas kehadirannya. Dan menurutku, ini berlaku tidak hanya untuk barang, tapi untuk semua yang ada dalam hidup kita -- orang2, pekerjaan, dll. Just keep the ones that spark joy. Simpel kan?


via GIPHY

Yang aku suka dari buku ini, gak cuma kasih tips2 praktis gimana caranya bebenah, tetapi ya itu, ngasihtau kalo bebenah rumah is all about bebenah emosi dan bebenah hidup. Jadi beda dengan seni bebenah lainnya yang lebih teknikal dan logis, Marie Kondo ini malah nyuruh kita selami diri dan emosi. Hal-hal kecil seperti berterimakasih pada barang seusai kita menggunakannya (misal saat menanggalkan pakaian atau meletakkan tas beserta isinya) atau saat akan dibuang, atau menyapa rumah seolah dia hidup setiap kita kembali, tentunya membuat kita lebih bersyukur dan menghargai walaupun mereka hanyalah barang materiil nonhidup tapi juga kan pemberian Allah yang wajib disyukuri.

Jadi menurutku, kalau kita terapkan prinsip Marie Kondo ini, sebenarnya bisa membuat kita menjadi pribadi yang senantiasa bersyukur dan qanaah, dalam arti merasa cukup akan apa yang sudah diberi. Karena dengan mudahnya kita mendapat material things dan di era medsos dimana kita serba membandingkan dan berkompetisi, kadang sulit untuk bersyukur pada hal2 kecil di sekitar kita dan merasa selalu berkekurangan. Astaghfirullah.

Anyway, ketika dan setelah membaca buku, akhirnya saya mulai mempraktekkan. Dimulai dengan membereskan "komono" (barang printilan macam koin dll) dan kertas2 yang membuat meja kerja saya tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya karena jadi tempat penyimpanan. Setelah itu Qadarullah si Raka sakit dan divonis dokter alergi udara. Which means kamar harus steril. Di kamarnya itu banyaaaakk banget barang mainan, baju dll. Padahal sempit kamarnya. Banyak banget PRnya, tapi dimulai dengan beresin 1 sudut berisi mainan, dapat 1 kantong besar sampah dan 2 kardus untuk disumbangkan. Besoknya beberes baju, berhasil membuang 1 plastik baju dan mendonasikan 4 plastik baju. Yang belum rak buku, rak printilan, dan masih ada 2 box mainan yang harus disortir kembali. Lha wong anaknya sekarang kerjaannya main Lego (dan action figure sesekali) doang sama nonton TV atau main PS. Setelah itu berencana beresin baju sendiri, tapi yang urgent ya kamar anak2 biar Raka lega tidur disitu. Karena printilan yg disimpan tentunya jadi sarang debu. Gak mau lagi lihat anakku mukanya bengep, bentol2 dan gatal2 karena debu atau tungau huhu.

Semoga kami bisa jadi sehat lahir batin dan bahagia dengan barang2 di rumah yang membangkitkan kegembiraan :)

#kimichallenge #thelifechangingmagicoftidyingup #KIMI2020

Wednesday, 30 October 2019

RE-HEART


Pre-challenge KIMI 2020 yaitu nyeritain pengalaman ngulik album Mantra2 by Kunto Aji. Sebagai orang yg gampang baper denger lagu liriknya dimasukin hati, emosi juga diaduk2 dengerin album ini. Berasa ditampar, dipukpuk trus dipeluk kenceng2....

Semua lagunya sih relate bgt sama aku, ya SULUNG, ya REHAT, apalagi SAUDADE bikin brebes mili sesenggukan pas lagi nyetir keinget orangtua dan anak2 (yang berorangtuakan aku..). Errr intinya ya semua lagu pasti bisa kusambung2in sama keadaan diri, itulah kelebihan jiwa melankolis wkwk. Tapi berhubung dipilih 1 yg relate sama keadaan SAAT INI yaitu: JAKARTA JAKARTA. Agak antimainstream dgn pengalaman bebo lain yang membahas lagu yg berbeda tapi ya memang gitu kata Teh Achi.. perbedaan adalah fitrah.

Begitulah, aku korban keganasan Jakarta. Dengerin lagu ini abis perjalanan pulang yg sengaja dimalemin tp macetnya makin menjadi.. 12 jam keluar rumah, 4 jam dihabiskan di jalan dari mulai optimis, sampe mau nangis nelpon suami, sampe cuma bisa istighfar dan berdoa. Bahkan pas sampe rumah pun masih error, untuk pertamakalinya dalam hidup sampe ngeblank mendadak lupa cara parkirin mobil ke garasi, cuma bengong dgn mobil melintang di tengah jalan gak ngerti harus manuver gimana. Korslet otakku. 😭 Mau naik transportasi umum masih ga diijinin setelah kejadian kecopetan di stasiun minggu lalu.. yagitude klo diinget tiap pulang kantor seriiing kejadian nyerempet2 di garasi krn terlalu lelah markir, nabrak/ditabrak pernah sampe semua kap bemper belakang hrs diganti belasan juta, hp hilang, kartu emoney ratusan ribu hilang, sampe kadang mikir Gustii ini gak berkahnya dimanaaa... 😭

Mungkin orang yg nyari hidup di Jakarta menabah2kan diri karena mereka berjuang untuk bisa berada di titik sekarang. Aku yg udah dr lahir di Jakarta malah capek, tiap pergi ke kota kecil pasti langsung betah dan pengen tinggal terus disitu. Tapi suami yg betah di kota kecil justru excited dan fine2 aja tinggal dan kerja di Jakarta walaupun harus qerja baghai quda.

Dengerin lagu JAKARTA JAKARTA berasa dipukpuk diingetin klo aku gak sendiri, ya mungkin orang di mobil yg bikin macet, yang ngedorong ngedesek di kereta, copet yg ambil hpku.. semua punya masalah yg sama atau lbh berat dari aku. (Nasihat ini yang selalu dilontarkan suami setiap kumengeluh). "Benturkan, bentuklah dirimu!"

Doakan ya aku bisa tabah dan kuat menghadapi kondisi ini, diberi yg terbaik yg membuatku bisa sehat raga dan sehat jiwa.  Karena pada akhirnya, "mantra" paling magis adalah kata-kata terakhir di album ini yaitu di lagu BUNGSU:


Sebelum kau menjaga
Merawat melindungi segala yang berarti
Yang sebaiknya kau jaga
Adalah dirimu sendiri
BYARR!!!

#reheart #kimichallenge #kimi2020 #kimi5tahun #selfhealing #selflove
This entry was posted in

Monday, 14 January 2019

Bye bye hypothetical baby

Maybe it's the fact that I am doing a netnographic research of Facebook groups on breastfeeding/child-rearing which discusses about breastfeeding and babies/young children in general, seeing my own kids grow up and be school-age children kinda made me miss the good ol' baby days. Then looking at feeds of people having babies gave me "baby fever", making me want to have (another) one of my own. Like, I even actually already have a name for this one (a girl's name of course).

via GIPHY

The thought of secretly taking off my IUD without telling my husband crossed my mind, haha, but I didn't really do it. But since it's been 5 years since I had it on, I think it's time to check it. I actually forgot if the IUD in me was for 5 or 7 years 🙈 But anyway so I told my husband that I have to do a check up on my IUD, if it's going to be removed, should I put a new one straight in or wait a while. (Critanya ngarep dicopot bentar gitu kan...) But, without hesitation, he told me to put it in straight away!

There goes my hope of holding a little baby (girl, please) 😥

But, only Allah has the power to bring life so ya never know *ever the optimistic aren't we?*

via GIPHY


Although the teeny tiny logical voice in me says that having my boys is enough, I'm overwhelmed as it is. A new kid is probably just an excuse from parenting the other two, which will be kind of sad if she does actually materializes in my womb.